• Jelajahi

    Copyright © PORTALMILITER.COM | BERITA INDONESIA TERKINI, BERITA HARI INI
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia Mendukung Penuh Gerakan Aksi 1 Juta Buruh Pada 10 Agustus 2022 Mendatang

    PORTALMILITER.COM
    Minggu, 07 Agustus 2022, 21:26 WIB Last Updated 2022-08-07T14:27:47Z

     


    Portalmiliter | Bekasi,- Korbid Perekonomian DPP KNPI Rasminto menyatakan bahwa isu kesejahteraan buruh merupakan isu kerakyatan yang harus terus disuarakan lantang, terlebih sorotan terhadap UU Cipta kerja terdapat pasal kontroversi yang harus direspon oleh kaum muda terutama KNPI.


    "DPP KNPI mendukung penuh gerakan aksi 1 juta buruh pada 10 Agustus mendatang, isu kesejahteraan buruh yang disuarakan tersebut harus kita dukung", kata Rasminto. 


    Menurutnya buruh merupakan tulang punggung perekonomian nasional. 


    "Pemuda sebagai kekuatan moral harus lantang bersuara dukung gerakan buruh, buruh ini merupakan pilar utama bagi seluruh aktivitas perekonomian dan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional sendiri untuk mensejahterakan rakyat, terutama kaum buruh", kata Rasminto. 


    Lebih lanjut Rasminto menjelaskan dengan terbitnya UU Cipta Kerja kaum buruh jadi kelompok yang paling rentan terhadap persoalan nasibnya. 


    "Kita cermati saja pada sistem kerja kontrak, dalam Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja mengatur perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak dibatasi periode batas waktu kontrak, dengan menyebut menyebut pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, sehingga menghapus ketentuan pasal 59 UU 13/2003 bahwa sebelumnya diatur batas waktu selama "tiga tahun" sebagai salah satu kriteria PKWT.Hal ini membuat ketidakpastian kerja bagi buruh", jelas Rasminto. 


    Menurutnya juga, UU Cipta Kerja kebablasan tidak mengatur batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing. 


    "Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, outsourcing hanya dapat dilakukan jika suatu pekerjaan terlepas dari kegiatan utama atau terlepas dari kegiatan produksi.Sementara itu, UU Cipta Kerja tidak memberikan batasan demikian. Akibatnya, praktik outsourcing diprediksi makin meluas", kata Rasminto. 


    Sorotan lainnya adalah batasan maksimal jam lembur dari tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan, menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.Selain akan berakibat pada kesehatan buruh, besaran upah lembur yang diterima juga tidak akan sebanding.

     

    "Mengingat, upah minimum yang menjadi dasar penghitungan upah lembur didasarkan pada mekanisme pasar berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan", sambung Rasminto. 


    Rasminto juga menyoroti buruh rentan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), salah satunya ketika mengalami kecelakaan kerja. 


    "Lihat saja Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja menyisipkan Pasal 154A mengenai alasan pemutusan pemutusan hubungan kerja. Salah satu alasannya yakni buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan", jelas Rasminto. 


    Menurutnya hak pekerja menjadi tidak ada kepastian karena sakit berkepanjangan berbeda dengan ketentuan pasal 172 UU Ketenagakerjaan menyatakan buruh berhak atas dua kali pesangon jika mengalami PHK karena sakit berkepanjangan melebihi 12 bulan.Namun, ketentuan ini dihapus melalui UU Cipta Kerja. 


    Baginya UU Cipta Kerja jadi tambah kontroversi, sebab pertama kalinya sejak berdiri, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil pada 25 November 2021 bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. 


    "Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat", jelas Rasminto. 


    Menurutnya Pemerintah harus segera merevisi UU Cipta Kerja dalam batas waktu 2 tahun yang diberikan oleh MK, jika tidak akan cacat permanen. 


    "Pemerintah segera menjalankan putusan MK tersebut, jika tidak UU Cipta Kerja cacat permanen", jelas Rasminti. 

    Menurut Rasminto, putusan MK tersebut jadi momentum bagi Pemerintah untuk merevisi pasal-pasal kontroversi. 


    "Putusan MK ini jadi momentum bagi Pemerintah untuk mendengar aspirasi rakyat khususnya kaum buruh, dengan merevisi pasal-pasal kontroversi yang membuat nasib buruh penuh ketidakpastian dan hilang semangat tujuan bernegara dalam mensejahterakan rakyat Indonesia", kata Rasminto. 


    Rasminto juga menyampaikan instruksi Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama tentang seruan seluruh DPD KNPI daerah di Indonesia untuk partisipasi mendukung gerakan 1 juta massa pada aksi 10 Agustus mendatang. 


    "Seruan Ketum DPP KNPI sangat jelas kepada seluruh DPD KNPI daerah agar bergerak mendukung gerakan aksi 1 juta buruh, kita siapkan berbagai elemen terkait aksi tersebut termasuk siapkan tim advokasi KNPI untuk para buruh", tutup Rasminto.

    ( Warya )

    Komentar

    Tampilkan

    Berita Terbaru